Sejarah Paroki St. Fransiscus de Sales (lebih dikenal dengan nama Sanfrades) tidak bisa dilepaskan
dari Paroki Hati Kudus, Talang Jawa. Kala itu, Hati Kudus adalah paroki
satu-satunya yang ada di kota Palembang. Dari Hati Kudus dimulailah pelayanan
di daerah “Sungai Buah”. Sungai Buah mulai dilayani pada akhir tahun 50-an.
Pastor pertama yang melayani adalah P. Thomas Fix, SCJ dan P. G. Koevoets, SCJ. Mereka “nglaju” dari Paroki Hati Kudus. Mayoritas umat stasi waktu itu adalah para pekerja di kilang minyak Stanvac (Standard Vacuum Oil Company) Sungai Gerong dan di Plaju. Stanvac adalah perusahaan minyak asal Amerika. Perusahaan ini menjadi alasan kemungkinan P. Thomas Fix, SCJ, misionaris asal Amerika, diutus melayani Sungai Buah tatkala tiba di Indonesia. Kini, kilang minyak itu lebih dikenal dengan nama Pertamina Refenery Unit III Plaju. Umat tinggal di sekitar gereja yaitu, di Jalan Yayasan I, II, III, IV, dan V. Yayasan adalah kompleks perumahan dinas Stanvac.
Pastor pertama yang melayani adalah P. Thomas Fix, SCJ dan P. G. Koevoets, SCJ. Mereka “nglaju” dari Paroki Hati Kudus. Mayoritas umat stasi waktu itu adalah para pekerja di kilang minyak Stanvac (Standard Vacuum Oil Company) Sungai Gerong dan di Plaju. Stanvac adalah perusahaan minyak asal Amerika. Perusahaan ini menjadi alasan kemungkinan P. Thomas Fix, SCJ, misionaris asal Amerika, diutus melayani Sungai Buah tatkala tiba di Indonesia. Kini, kilang minyak itu lebih dikenal dengan nama Pertamina Refenery Unit III Plaju. Umat tinggal di sekitar gereja yaitu, di Jalan Yayasan I, II, III, IV, dan V. Yayasan adalah kompleks perumahan dinas Stanvac.
Setelah beberapa saat dilayani dari Hati Kudus, pada tahun 1959 mulai ada pastor yang tinggal menetap yaitu Pastor Jan Van der Heijden, SCJ. Pastor Jan Van der Heijden SCJ mulai meluaskan pelayanannya dengan mendirikan sekolah dasar pada tahun 1960-an. Karena gedung yang ada waktu itu belum memadai, maka selain untuk perayaan ekaristi, kapel juga difungsikan untuk ruang kelas. Waktu itu, ukuran kapelnya kecil, seukuran rumah penduduk pada umumnya, dengan konstruksi setengah batu (semipermanen). Posisi kapel pertama terletak di tengah lapangan SD dengan posisi altar berada tepat di bawah pohon kamboja, yang masih ada hingga saat ini. Pastor Jan Van der Heijden, SCJ tidak mempunyai waktu cukup lama untuk tinggal di Sungai Buah karena pada tahun 1962, beliau harus kembali ke Belanda karena sakit. Kemudian pelayanan di Sungai Buah digantikan oleh Pastor M. Neilen, SCJ.
Kelahiran Paroki St. Fransiscus de Sales
Kehadiran Pastor M. Neilen, SCJ ternyata membawa berkat
tersendiri bagi umat Stasi Sungai Buah. Seiring berkembangnya umat dan
kehidupan menggereja, pada 1 Januari 1965, Stasi Sungai Buah diresmikan menjadi
paroki yang mandiri dengan mengambil nama pelindung Santo Fransiscus de Sales.
Belum ada yang tahu alasan mengapa St. Fransiscus de Sales dipilih menjadi nama
pelindung paroki. Kendati sudah menjadi paroki dan punya nama pelindung, paroki
ini tetap dikenal dengan paroki Sungai Buah dibanding Paroki St. Fransiscus de
Sales. Pada awal menjadi paroki, jumlah umat sekitar ± 500 orang. Oleh karena
kondisi kesehatan yang menurun, pada awal tahun 1966 Pastor M. Neilen, SCJ
harus menjalani perawatan di RS Charitas.
Setelah menjalani proses perawatan, Pastor Neilen, SCJ tidak
diperkenankan tinggal sendirian, maka Bapa Uskup mengangkat Pastor Jan
Wiggerman, SCJ untuk menjadi teman Pastor Neilen, SCJ sekaligus pastor Paroki
St. Fransiscus de Sales. Pada awal akhir tahun 1969 Pastor Neilen, SCJ cuti ke
Belanda. Kondisi kesehatan jantungnya semakin melemah. Ia masih bertekad untuk
kembali lagi ke Indonesia. Namun, beberapa hari menjelang kepulangannya ke
Indonesia, Pastor Neilen, SCJ meninggal secara mendadak di rumah adik
perempuannya. Beliau meninggal pada 2 November 1969 di Kerkrade (Belanda).
Pastor Jan Wiggerman, SCJ adalah sosok gembala yang masih
sangat muda. Ia diangkat menjadi pastor paroki tatkala usia imamatnya belum
sampai dua tahun dan juga belum genap
satu tahun tinggal di Indonesia. Sebagai pastor muda, ia melayani umat dengan
penuh semangat. Ia juga adalah sosok gembala yang dekat dengan umatnya. Hampir setiap hari dengan mengendarai sepeda
ia berkeliling ke rumah-rumah umat untuk menyapa, melihat dan mendengarkan
dinamika kehidupan umat. Ia adalah
pribadi yang hangat dan dermawan. Dalam kunjungannya ketika melihat ada umat
yang kurang mampu, ia akan segera memberikan bantuan yang dibutuhkan. Dalam
masa kegembalaannya, paroki mulai ditata dan dikelola dengan baik. Penataan itu
seiring juga dengan petunjuk keuskupan pada tahun 1968 untuk membagi pelayanan
umat ke dalam kring-kring. Kring-kring yang terbentuk pada waktu itu adalah
Kring Petrus I, Kring Petrus II, Kring Pusri, Kring Yahya Pemandi, Kring Maria
Goreti, Kring Gloria, Kring Paulus, Kring Maria, Kring Fransiscus Xaverius,
Kring Yosep, Kring Barbara, Kring Sianjur dan Kring Kenten. Karena situasi umat
yang sedikit dan jarak yang cukup jauh antara satu dengan yang lain maka
kring-kring di wilayah perbatasan paroki sangat sulit untuk berkembang, seperti
Petrus I, Barbara dan Kenten.
Dalam usahanya mengembangkan paroki, Pastor Jan Wiggerman,
SCJ juga membeli sebidang tanah milik Pak Hukman. Kemudian, pada tahun
1971/1972 di tanah tersebut dibangun asrama untuk guru-guru sekolah Xaverius
yang masih lajang. Sebagian besar
guru-guru berasal dari pulau Jawa.
Seiring berjalannya waktu satu per satu dari antara guru-guru tersebut
menikah dan tidak tinggal di asrama lagi. Maka pada tahun 1978 gedung asrama
tersebut diperbaiki dan dialihfungsikan menjadi balai paroki.
Gereja lama yang dibangun sebagai pengganti kapel
Pastor Wiggerman, SCJ selain sebagai pastor paroki juga
memegang jabatan sebagai sekretaris Provinsi SCJ Indonesia dan juga merintis
serta menangani Percetakan Pengikat milik kongregasi SCJ. Gedung Percetakan
Pengikat, yang juga adalah biara SCJ, berada persis di samping pastoran. Kini,
gedung percetakan dan bangunan biara itu tidak ada lagi karena adanya
kesepakatan tukar guling dengan keuskupan. Tanah Pengikat dijadikan lahan untuk
perluasan gereja Paroki St. Fransiscus de Sales. Oleh karena banyaknya
kesibukan, maka pada tahun 1980 Jan Wiggerman, SCJ dibebastugaskan sebagai
pastor paroki dan digantikan oleh Pastor Y. Adi Swarman, SCJ. Kemudian ia
pindah tempat tinggal yaitu di Rumah Pengikat, persis di sebelah pastoran.
Kendati demikian, ia masih banyak terlibat dalam pelayanan di paroki. Tidak
hanya Pastor Wiggerman, SCJ yang terlibat membantu dalam pelayanan paroki
tetapi semua pastor SCJ yang pernah tinggal dalam komunitas biara tersebut juga
dilibatkan dalam pelayanan paroki, khususnya membantu perayaan ekaristi.
Dari Sungai Buah menjadi Sanfrades
Pada masa kegembalaan Pastor Y. Adi Swarman, SCJ umat
semakin berkembang dan dinamis. Pastor Y. Adi Swarman, SCJ juga dikenal sebagai
pribadi yang hangat dengan umat. Beliau juga suka berkunjung ke rumah-rumah
umat untuk menyapa dan berbagi kasih dengan mereka. Beliau juga dikenal begitu
dekat dengan orang-orang muda. Maka tidak mengherankan jika pada waktu itu
orang muda paroki sangat dinamis dan banyak dikenal umat. Kegiatan aktif orang
muda inilah yang juga menjadi cikal bakal “Sanfrades” menjadi sebutan nama
paroki. Sebutan “Sanfrades” bermula dari kelompok vocal group orang muda yang hendak
mengikuti lomba paduan suara Oikumene. Kelompok ini belum mempunyai nama,
sementara nama kelompok menjadi syarat untuk mendaftarkan diri sebagai peserta
lomba. Maka setelah berusaha mencari disepakatilah nama “Sanfrades” untuk
kelompok vocal group tersebut. Sanfrades adalah akronim dari nama pelindung
paroki yaitu Santo Fransiscus de Sales. Vocal Group Sanfrades berhasil merebut
juara dua pada lomba tingkat Sumatera
Selatan tersebut. Sejak saat itu, nama Sanfrades menjadi semakin familiar dan
menjadi sebutan hingga saat ini.
Pada masa Pastor Adi Swarman, SCJ inilah gereja semipermanen
yang sudah berumur lebih dari 20 tahun diganti dengan gereja baru yang lebih
besar. Hal itu juga seiring dengan semakin bertambahnya jumlah umat. Bangunan
gereja baru terletak persis di gedung gereja yang sekarang ini sudah berdiri
megah, hanya saja altarnya menghadap ke arah Jalan Urip Sumoharjo. Setelah
pembangunan gereja selesai, Pastor Y. Adi Swarman, SCJ juga mempunyai sebuah
mimpi untuk membangun sebuah pastoran baru bertingkat. Harapannya, gedung
pastoran itu selain untuk tempat tinggal juga untuk berbagai macam kegiatan.
Tetapi karena mengalami kesulitan keuangan maka pembangunan tersebut tidak jadi
dilaksanakan dan kegiatan pastoral tetap menggunakan pastoran lama yang berada
di samping jalan menuju ke sekolah Xaverius.
Gereja yang dibangun pada masa Pastor Adi Swarman, SCJ
Setelah melewati beberapa tahun menjabat sebagai Pastor
Paroki Sanfrades, tahun 1985 Pastor Y. Adi Swarman, SCJ digantikan tugasnya
oleh Pastor A. Yuswito, SCJ. Pada masa penggembalaan Pastor Yuswito, SCJ paroki
kian berkembang. Perkembangan kota yang diringi dengan pembangunan
perumahan-perumahan berdampak pada pertambahan jumlah umat dan kegiatan hidup
menggereja sehingga paroki menjadi lebih dinamis. Seiring pertumbuhan umat,
Pastor Yuswito, SCJ menggembalakan umat dengan melakukan banyak penataan, baik
dalam hal penggembalaan, perayaan liturgi maupun juga dalam pengembangan
ekonomi. Seiring dengan tata kelola yang mulai mapan dan mantap, paroki juga
terus berkembang. Apa yang menjadi visi penggembalaan Rm. Yuswito, SCJ ditangkap
oleh umat sehingga banyak umat terlibat dalam gerak pastoral paroki. Guna meningkatkan keterlibatan umat, beliau
melakukan pembinaan-pembinaan bagi para pelayan pastoral; pengurus dewan
pastoral, para pembagi komuni awam (prodiakon), katekis akar rumput dan para
petugas liturgi yang lain. Kemampuannya dalam bernyanyi turut menggerakkan Rm.
Yuswito, SCJ memberi perhatian terhadap para petugas koor di paroki. Pada
masanya, Pengurus Dewan Pastoral di pilih secara demokratis dengan melibatkan
umat paroki. Memang, kendati partisipasi umat meningkat namun masih ada umat
dan atau lingkungan-lingkungan yang kurang aktif dan terlibat dalam hidup
menggereja. Semasa menjadi pastor paroki, ia juga merangkap tugas di komisi
kateketik keuskupan.
Pada tahun 1991 terjadi pergantian pastor paroki, dari
Pastor A. Yuswito, SCJ ke Pastor FX. Eddy Harso Subroto, SCJ yang
menggembalakan umat Sanfrades sampai tahun 1993. Dengan perpindahan FX. Eddy
Harso, SCJ, tanggung jawab reksa pastoral paroki dipercayakan kepada Pastor Andreas
Lukasik, SCJ sembari menunggu pastor paroki yang baru. Pastor asal Polandia
yang hobi main gaple dengan umatnya dikenang sebagai pastor yang lembut dan
pendoa. Pembawaannya tenang dan menyejukkan. Pastor Lukasik, SCJ mengemban
tanggung jawab pastoral di paroki ini hingga tahun 1993.
Perkembangan selanjutnya.
Setelah beberapa waktu, Uskup menunjuk Pastor Agus Setyoaji,
SCJ sebagai pastor paroki. Seiring dengan perkembangan kota dan pertambahan
umat ke arah Kenten, maka daerah Kenten di mekarkan menjadi stasi. Pastor Agus
Setyoaji P. S, SCJ pada tahun 1997 memutuskan untuk membangun gereja di stasi
kenten. Tetapi usaha pembangunan gereja sempat terhambat karena peristiwa
kebakaran. Namun tekad Pastor Agus, SCJ begitu kuat sehingga proses pembangunan
tetap dilanjutkan. Sejak tahun 2003, stasi Kenten menjadi paroki mandiri.
Setelah beberapa waktu menggembalakan umat Sanfrades, Pastor
Agus, SCJ diutus oleh Kongregasi untuk studi lanjut ke Filipina. Maka, tugas
sebagai pastor paroki digantikan oleh Pastor Y.A.M. Fridho Mulya, SCJ. Pada
masa penggembalaannya mulai dimunculkan wacana pembangunan gereja. Kendati,
paroki sudah dimekarkan ke dalam Paroki Kenten, jumlah umat masih belum
tertampung dalam gereja, khususnya ketika perayaan-perayaan besar seperti natal
dan paskah. Guna memberikan tempat yang memadai bagi umat untuk beribadah
itulah dimunculkan rencana pembangunan gereja. Selain memikirkan pembangunan
fisik gereja, Pastor Fridho, SCJ juga berupaya dengan seluruh umat membangun
gereja secara rohani. Pastor Fridho, SCJ menjabat sebagai pastor paroki dari
tahun 2000-2006 dan kemudian digantikan oleh Pastor Pius Pujowiyanto, SCJ
Pius Pujowiyanto, SCJ dikenang sebagai pastor yang ramah dan
dekat dengan umat. Khotbahnya menarik dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dipahami. Dalam masa penggembalaannya, rencana pembangunan gereja dimunculkan
kembali. Munculnya rencana Yayasan Xaverius untuk mengembangkan sekolah taman
kanak-kanak, dilihat oleh Pastor Pujo, SCJ sebagai peluang baik untuk
mengongkritkan rencana pembangunan gereja. Bersama DPP dan Panitia Pembangunan,
Pastor Pujo, SCJ menyusun strategi pembangunan gereja dalam beberapa tahap agar
pembangunan gereja dan kegiatan serta pelayanan hidup menggereja tetap bisa
berjalan seiring dengan baik. Pembangunan gereja dibagi dalam beberapa tahap.
Tahap I: membangun pastoran yang
dilengkapi dengan sekretariat paroki dan DPP di lahan eks TK Xaverius. Setelah
pastoran baru jadi dan dapat digunakan maka pastoran lama akan dijadikan balai
paroki sementara. Tahap II dilanjutkan dengan membangun balai paroki yang baru.
Balai paroki yang baru diharapkan mampu menjadi tempat misa selama proses
pembangunan gereja baru, karena itu balai paroki dibangun dalam 2 lantai.
Setelah balai paroki jadi dan dapat digunakan untuk kegiatan misa, maka gereja
lama di robohkan dan dibangun kembali gereja baru sebagai tahap III. Belum
semua tahap itu terealisasi, pada tahun 2009. Pastor Pujowiyanto, SCJ berpindah
tugas ke Paroki Rasul Kudus, Tegal Sari. Beliau menyelesaikan satu tahap yaitu
pembangunan pastoran.
Dengan berpindahnya Pastor Pujowiyanto, SCJ, jabatan pastor
paroki diemban kembali oleh Pastor Y.A.M. Fridho Mulya, SCJ yang saat itu juga
menjabat sebagai Ketua Yayasan Xaverius Palembang. Ia menjadi pastor paroki
dari 2009-2010. Kemudian posisinya digantikan oleh Pastor Paulus Harnasa Purba,
SCJ yang baru selesai menjalankan tugas perutusan studi di Roma. Keahliannya
dalam bidang hukum Gereja memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi paroki
Sanfrades. Administrasi paroki tertata dengan rapi. Ia juga adalah sosok
gembala yang akrab dan dekat dengan umat. Ia memberikan perhatian terhadap
pastoral anak-anak dan orang muda sehingga mereka aktif berkegiatan. Pastor
Harnasa, SCJ juga melanjutkan proses pembangunan gereja. Pada masanya,
pembangunan tahap dua yaitu gedung paroki mulai direalisasikan dengan mengurus
perijinan. Pastor Harnasa, SCJ menjabat sebagai pastor paroki hingga akhir
2010. Pembangunan gedung paroki belum terealisasi sepenuhnya, Pastor Harnasa,
SCJ mendapat tugas perutusan baru dari kongregasi yaitu menjadi Sekretaris
Dewan Pimpinan Provinsi SCJ di Indonesia. Tugas baru ini membuat Pastor Harnasa
harus tinggal di Provinsialat SCJ, KM. 7 Palembang.
Wajah Gereja St. Fransiscus de Sales pada usia 50 tahun saat ini
Semangat “Sint Unum” yang terus menerus digaungkan
membuahkan hasil yang dirindukan, yaitu gedung gereja dan sarana prasarana
kegiatan yang memadai, dan diharapkan mendukung perkembangan iman umat di
paroki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tuliskan komentar anda dengan santun. Terimakasih telah berkunjung.